Indonesia · Jalan · Jawa

Ke Pacitan Ditemani Hujan

Minggu, 28 Desember 2014

Taksi Mahkota Ratu tiba di depan rumah mbah Jo (Nguter, Sukoharjo) sekitar jam 7 pagi. Dari rumah mbah Jo inilah perjalanan kami ke Pacitan dimulai. Kami dewasa 5, anak 1 dan balita 1, ditambah 1 Pak Supir.

Perjalanan kami diiringi dengan gerimis di awal dan berlanjut dengan hujan deras begitu melewati Wonogiri. Hujan deras tidak menghalangi kami untuk berhenti sarapan. Soto dan teh panas adalah menu yang cocok untuk suasana pagi itu.

Saya terpesona dengan pemandangan selama perjalanan menuju Pacitan, mengingatkan saya akan pemandangan serupa di Lembah Harau, Sumatera Barat. Sayang hujan, kami tidak bisa turun untuk sekedar memotret. Memotret dari dalam mobil pun tidak mungkin karena akan nampak tetesan-tetesan air hujan yang akan menutupi pemandangan indah.

Sampai beberapa kilometer sebelum tiba di Goa Gong, jalanan terlihat sepi.

“Yes, enak juga piknik ujan-ujan gini. Biasanya gak akan rame”, pikir saya saat itu.

Ternyata saya salah besar!! Parkiran untuk pengunjung Goa Gong penuh dengan bis pariwisata dan kendaraan pribadi, bahkan kendaraan pribadi pun parkir baris di kanan dan kiri jalan. Taksi yang kami sewa parkir agak jauh dari jalan menuju pintu masuk Goa Gong.

Kami berjalan menuju jalan pintu masuk dan menanjak sampai di pintu masuk. Banyak ojek yang menawarkan jasanya dengan bayaran 3rb. Sudah dapat ditebak kalau jarak tempuhnya sangat dekat. Ayah yang sudah kepayahan nyunggi Tole membuktikan. “Baru juga naik ojek, tau-tau udah sampe aja”, begitu kata Ayah. Dan kami pun membuktikan beberapa saat kemudian tapi dengan jalan kaki.

Setelah membeli tiket masuk 5rb per orang, kami melanjutkan menapaki anak tangga naik untuk sampai ke mulut goa. Sepanjang jalan ditemani oleh pedangan di sisi kanan dan kiri.

Menjelang sampai di mulut goa, kami ditawari untuk menyewa lampu senter seharga 5rb. Kami cukup menyewa satu saja.

Mulut goa penuh dengan orang-orang mau masuk goa, kami mengikuti arus orang bergerak ke arah goa. Sangat banyak pengunjung pagi itu, bahkan kami pun tak dapat berhenti sejenak untuk sekedar mengamati stalaktit dan stalakmit. Kami belum bisa membuktikan kalau ada batu yang dipukul akan menghasilkan suara seperti gong yang ditabuh.

Medan di dalam goa gong sangat mudah karena sudah dibangun tangga/jalan setapak yang dilengkapi dengan handrail. Kalau biasanya goa gelap, beda dengan Goa Gong ini. Goa Gong dilengkapi dengan lampu penerangan bak lampu disko yang akan berganti-ganti warna tiap beberapa menit.

Goa Gong

Setelah mentok di dalam goa, kami berjalan ke arah mulut goa. Dan setelah keluar goa, saya baru membaca di papan pengumuman kalau maksimal 30 orang yang bisa berada di dalam goa dalam satu satu waktu. Yang saya rasakan tadi adalah pemerkosaan goa.

Walaupun kami telah mendapatkan informasi kalau pantai Klayar lebih bagus daripada pantai Teleng Ria, tetapi kami tetap meminta Pak Supir untuk ke pantai Teleng Ria. Namun Pak Supir bilang kalau jalanan menuju pantai Klayar sudah lebih bagus sekarang dan secara jarak lebih dekat dari Goa Gong jadi kami bisa mampir juga ke Goa Tabuhan, ditambah Pak Supir juga belum pernah ke sana jadilah kami menerima proposal Pak Supir.

Sekitar 20 menit kemudian, jalan menuju pantai Klayar stuck. Kami melihat banyak mobil balik arah. Melihat kondisi begitu, kami juga tidak ingin buang-buang waktu dan segera balik arah. Pak Supir mengambil jalan yang berbeda, dan ternyata jalan tersebut hampir tak berujung. Butuh waktu lama untuk menemukan kembali jalan utama.

Jalanan menuju pantai Teleng Ria mulus dan bebas hambatan, kecuali untuk makan siang yang telat. Jalan tersebut adalah jalanan menuju kota. Belum santai kota, kami belok kanan dan di situlah pantai Teleng Ria berada.

Langit kelabu dan rintikan hujan tidak mengurangi keindahan pemandangan pantai dengan latar pegunungan di sisi kanan dan kiri. Hanya sampah yang mengurangi keindahan pantai tersebut.

Tole langsung berlari ke arah pantai, bermain pasir dan air. Senangnya Tole akhirnya sampai di pantai.

Teleng Ria

Sayang hari sudah semakin sore, kami tidak bisa berlama-lama di pantai Teleng Ria. Kami harus kembali ke Nguter, Sukoharjo.

Leave a comment